JAM-Pidum Menyetujui 5 Restorative Justice, Salah Satunya Pelanggaran Pasal Perlindungan Anak di Rokan Hilir

JAM-Pidum Menyetujui 5 Restorative Justice, Salah Satunya Pelanggaran Pasal Perlindungan Anak di Rokan Hilir

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 5 (lima) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Kamis 23 Januari 2025.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Agra als Katam dari Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang

Kronologi pada hari Jumat tanggal 07 Juni 2024 sekira pukul 19.00 WIB di depan rumah Saksi Murni Wati yang beralamat di Jalan Arjuna Kepenghuluan Labuhan Papan Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan Kabupaten Rokan Hilir, saat Anak Korban Akbar Riyanto baru pulang dari Mesjid selesai melaksanakan sholat magrib dan sedang bermain pukul-pukulan menggunakan bantal bersama teman Anak Korban yaitu Sdr, Irul, Sdr. Riski, Sdr. Azis, Sdr. Parhan dan Sdri. Desta. 

Kemudian Anak korban hendak memukulkan bantal kepada Sdr Irul namun juga turut mengenai Sdri. Desta yang saat itu berdiri di dekat Sdr Irul, sehingga Sdri Desta membalas memukul Anak Korban dengan menggunakan bantal kemudian diantara Anak Korban, Sdr. Irul dan Sdri. Desta saling pukul-pukulan menggunakan bantal hingga mengakibatkan Sdri. Desta menangis dan pulang ke rumah mengadu kepada Ayahnya yaitu Tersangka Agra als Katam

Tidak lama kemudian Tersangka mendatangi Anak Korban, selanjutnya Tersangka menarik tangan Anak Korban mendekati mobil milik Tersangka namun sebelum sampai di mobil tersebut Tersangka menampar Anak Korban menggunakan tanggan sebelah kanan sebanyak 1 (satu) kali mengenai pipi sebelah kiri Anak Korban. 

Kemudian Tersangka memasukkan Anak Korban ke dalam mobil hendak membawa Anak Korban menuju rumah Tersangka dan saat di dalam mobil tersebut Tersangka kembali menampar Anak korban sebanyak 1 (satu) kali menggunakan tanggan Tersangka sehingga mengenai pipi Anak Korban

Setelah sampai di rumah Tersangka yang beralamat di jalan Arjuna Kepenghuluan Labuhan Papan Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan Kabupaten Rokan Hilir, Tersangka menyuruh Anak Korban untuk meminta maaf kepada Sdri. Desta dan setelah meminta maaf kepada Sdri. Desta Tersangka kembali menampar Anak Korban sebanyak 1 (satu) kali menggunakan tangan kiri Tersangka sehingga mengakibatkan luka pada bibir Anak korban. Lalu, Tersangka menyuruh Anak Korban untuk pulang ke rumahnya.

Bahwa berdasarkan Visum et Repertum Nomor: 441/KES-PK/2024/763 tanggal 10 Oktober 2024 yang dikeluarkan oleh Puskesmas Tanah Putih dan ditanda tangani oleh dr. Feliana L. Gaol dengan kesimpulanpadda pemeriksaan seorang anak lakilaki a.n.Akbar Riyanto berumur dua belas tahun ini ditemukan lecet di bibir tengah bagian atas, bengkak (-), darah (-), memar (-) dan luka tampak mengering.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hilir Andi Adikawira Putera, S.H., M.H., menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan tanpa adanya syarat.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hilir mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Akmal Abbas, S.H, M.H.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis 23 Januari 2025.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 4 perkara lain yaitu:

Tersangka Samsul Bahri alias Samsul bin Safii dari Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Rahmatula bin Samingun dari Kejaksaan Negeri Penukal Abab Lematang Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka I Mohtar Kelian dan Tersangka II Sofyan Kilbaren dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang – Undang dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Tersangka Suwiyono Hadi Saputro bin Ngadiman (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pringsewu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan

Berita Nasional


Berita Lainnya

Hubungi Kami